
Sementara itu, Qanaah adalah menerima apa adanya
yang diberikan Allah Swt. serta tidak menginginkan menjadi orang yang kaya. Sifat
inilah sifat paling utama yang harus dimiliki seorang muslim yang menuntut
ilmu. Oleh kerana itu, hendaklah kita menjadi orang yang qanaah kerana sifat
ini adalah sebaik-baik bekal bagi seorang Muslim.
Dalam kitab Fadhilah Sedekah, sebuah hadits menyebutkan,
Dari Ali ra., Rasulullah saw, bersabda, “Barang
siapa ridha kepada Allah dengan rezeki yang sedikit, maka Allah akan
meridhainya dengan amal-amalannya yang sedikit,” (Baihaqi – Misykat).
Pada hadits ini, terdapat pernyataan bahwa
kekurangan rezeki adalah suatu ihsan (kebaikan) khusus dan sebagai peringatan
dari Allah Swt. (yang mana jika seseorang ada kekurangan dalam amalnya, maka
Maha Pemilik akan memaafkan kekurangan tersebut dan meneriimanya. Sebaliknya
jika seseorang itu menerima banyak pemberian dari Allah Swt. dan ia tidak rela
jika kekurangan, maka yang Maha Malik pun akan berbuat hal yang sama. Dalam
menyempurnakan hak-hak-Nya, Dia tidak akan rela dengan kekurangan yang ada. Hal
ini jelas, bahwa jika seseorang pekerja meminta gajinya agar dibayar, namun ia
sangat kurang dalam melayani majikannya, maka patut bagi tuannya untuk
melupakan kebaikannya. Berbeda dengan keadaan kita, ketika sebagian orang di
antara kita hidup dalam kemiskinan, maka mereka akan mendapat taufik untuk
mendekati Allah, juga dapat meluangkan masa untuk berdzikir dan shalat nafil.
Tetapi ketika mereka berubah menjadi kaya, maka mereka tidak senoat lagi,
walaupun untuk shalat fardhu.
Rasa puas dengan rezeki yang sedikit, hanya dapat
dinikmati jika seseorang itu mementingkan lima hal :
1. Mengurangi
perbelanjaan. Tidak berbelanja melebihi keperluan Alim ulama menulis bahwa
seseorang yang sendiri hanya memerlukan satu set pakaian tanpa perlu membeli
banyak pakaian. Dan ia dapat hidup hanya makan roti dengan lauk biasa.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidakkah
menjadi miskin orang yang membelanjakan hartanya dengan sederhana.”
2. Meyakini
janji Allah. Sekiranya ada rezeki sekadar keperluan, maka ia tidak memikirkan
rezeki untuk masa berikutnya.ia meyakini janji Allah, bahwa Allah telah
bertanggung jawab untuk member rezeki kepada hamba-hamba-Nya. Syetan selalu
berusaha untuk menjerumuskan manusia dengan berbagai pemikiran, misalnya dengan
penyakit, khawatir masalah keuangan, dan sebagainya agar manusia merasa harus
membuat persiapan; jika tidak, maka ia akan menanggung kesusahan. Setelah
syetan berhasil dengan membisikkan tipuan seperti ini, maka syetan pun akan
mengejeknya dengan berkata, “Demikian
bodoh orang ini, mengapa ia sangat takut dengan kesusahan di masa yang akan
datang yang belum tentu terjadi, sehingga ia mau bersusah payah sekarang!” Rasulullah
saw. pernah bersabda kepada Abdullah bin Mas’ud, angan biarkan banyak
kebimbangan menguasai dirimu. Apa yang sudah ditakdirkan, pasti akan terjadi. Rezeki
yang sudah diatur untukmu pasti akan kamu terima.” Nabi saw. juga bersabda, “Allah
Swt. memberikan rezeki kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dari sumber yang
tidak pernah terlintas dalam sangkaannya.” Di dalam al Quran pun terdapat ayat
yang menyatakan sepeti itu.
3. Membayangkan
kemuliaan istighna’ (merasa puas
dengan rezeki walaupun sedikit) dan kehinaan thama’ (rakus). Dengan membayangkan betapa besar kemuliaan istighna’ dan betapa besar kehinaan thama’ dihadapan manusia kaan
menghasilkan sifat qana’ah (merasa
cukup). Patut dipikirkan secara mendalam, bahwa dari kedua jenis kesusahan itu,
seseorang harus memiliki salah satunya: pertama,
kesusahan karena kehinaan mengulurkan tangan di hadapan manusia; atau kedua kesusahan atas diri sendiri karena
menahan nafsu dan kelezatan benda.
4. Memikirkan
bagaimana akibat orang-orang kaya yang cinta dunia dan orang-orang yang
mengikuti cara hidup seperti Yahudi, Nasrani, dan orang-orang yang tidak
beragama. Juga memikirkan keadaan dan akibat yang dinikmati oleh para Nabi dan
wali Allah. Jadi hendaknya hikayat-hikayat mereka dibaca dan diteliti. Kemudian
tanyakanlah kepada nafsu sendiri, apakah lebih suka mengikuti kelompok orang
yang dekat dengan Allah, atau ingin menyerupai orang-orang Budha dan
orang-orang yang tidak beragama itu?
5. Memikirkan
dengan mendalam segala yang telah diterangkan sebelum pembahasan ini, yakni
mengenai berlebihan harta, besarnya musibah yang ditimbulkannya. Apabila seseorang
senantiasa memikirkan hal itu, maka ia akan bersikap qana’ah atas miliknya yang
sedikit itu akan menjadi mudah.
Dari Ibnu Umar
radhiyallahu ‘Anhuma, Rasulullah saw. Bersabda, “sungguh beruntung seorang yang
telah memeluk islam, lalu ia diberi rezeki sedikit, namun Allah mengaruniakan
kepadanya sifat qana’ah (berpuas hati dengan rezeki sedikit).”
Dari Abu Darda
ra., Rasulullah saw. Bersabda, “Setiap hari ketika matahari terbit dikedua
belahnya terdapat malaikat yang berseru, “Wahai manusia, tawajjuhlah kepada
Rabb Pemelihara kalian! Harta yang sedikit dan mencukupi keperluan adalah lebih
baik daripada harta banyak tetapi menyibukkan seseorang kepada selain Allah.”
Wallahu a'lam
bishawab.
No comments:
Post a Comment