![]() |
Gambar dari google |
Al
Imam Al Bukhari telah meriwayatkan hadits di dalam Shahihnya, dan hadits ini
memiliki hadits-hadits pendukung yang lain. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
beliau berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menerima hadiah dan membalasnya.”
Rasulullah
shollallahu alaihi wasallam juga
bersabda, “Barang siapa yang
ditawari sesuatu tanpa memintanya maka hendaklah menerimanya.” (HR. Ahmad)
Dalam
hadits di atas beliau menyuruh kita untuk menerima pemberian orang lain tanpa
diminta untuk diberikan kepada kita, apalagi yang diberikan tersebut sesuatu
yang ringan
dan disenangi seperti wangi–wangian dan sebagainya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ditawari wangi-wangian maka janganlah ia menolak-nya, karena sesungguhnya ia ringan dibawa dan wangi baunya.” (HR. Muslim & Abu Dawud).
dan disenangi seperti wangi–wangian dan sebagainya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ditawari wangi-wangian maka janganlah ia menolak-nya, karena sesungguhnya ia ringan dibawa dan wangi baunya.” (HR. Muslim & Abu Dawud).
Dalam
hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
"Saling
memberi hadiahlah kalian niscaya kalian saling mencintai.” (HR. Al
Bukhari).
Menerima
hadiah sangatlah dianjurkan, karena hadiah itu termasuk dari rizqi Allah Ta’ala
yang diberikan kepada kita, dalam sebuah hadits disebutkan “Barangsiapa yang Allah datangkan kepadanya sesuatu dari harta ini,
tanpa dia memintanya, maka hendaklah dia menerimanya, karena sesungguhnya itu
adalah rezeki yang Allah kirimkan kepadanya.” (Shahih At Targhib)
Sehingga,
kita diharapkan tidak menolak hadiah kecuali jika ada udzur syar’I, sebagaimana
Rasulallah shollallahu alaihi wasallam pernah menolak permberian salah satu
sahabatnya berupa keledai liar ketika beliau sedang berihram.
3 Hadiah Yang Harus Diterima
Ada
empat hadiah yang harus kita terima sebagaimana dalam hadits, Dari Ibnu Umar rodhiyallahu anhu, Rasulallah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Tiga perkara
yang tidak boleh ditolak: bantal-bantal, minyak wangi, dan susu.” (H.R
Tirmidzi)
Berikut
beberapa kisah tentang adab dalam menerima hadiah.
Kisah
1 :
Sahabat
Umar bin Khattab pernah menghadiahkan seekor kuda pada seseorang yang akan
berjuang di jalan Allah, namun hadiah tersebut tidak diurus dengan baik oleh si
penerima hadiah. Sehingga Umar berencana mengambil kembali kuda tersebut dengan
cara membeli dengan harga murah. Maka kemudian Umar bertanya kepada Nabi dan
Nabi saw bersabda “Jangan kau beli darinya dan jangan kau ambil kembali barang
yang sudah kau hadiahkan, meskipun dia hanya menghargainya dengan satu dirham.
Sesungguhnya orang yang mengambil kembali barang yang telah dihadiahkan
bagaikan sesorang yang muntah dan menelan kembali muntahnya” (Muttafaq Alaih)
Dari
kisah ini dapat diambil beberapa pelajaran, yaitu : Pertama, keutamaan memberi hadiah untuk tujuan kebaikan. Saling
memberi hadiah adalah kesunnahan. Berapa banyak kedengkian sirna karena hadiah.
Berapa banyak konflik menjadi cair karena hadiah. Berapa banyak persahabatan
yang dapat diraih karena hadiah. Kedua, keutamaan menerima hadiah dan menjaganya dengan baik hadiah/pemberian dari
orang lain. Maka jika diberi hadiah jangan ditolak, silahkan diambil. Karena
menerima hadiah juga merupakan sebuah keutamaan. Orang yang memberi hadiah akan
senang jika hadiah yang diberikan diterima.
Pada
kisah di atas juga terdapat larangan untuk mengambil kembali barang yang telah
dihadiahkan, meskipun dengan cara dibeli dengan harga murah. Hukumnya ada yang
mengatakan haram ada yang mengatakan makruh. Sebagaimana diriwayatkan, Dari
Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda “Orang
yang mengambil kembali barang yang telah dihadiahkan, bagaikan seekor anjing
yang muntah dan menelan kembali muntahannya”
Namun
terdapat pengecualian, dimana pemberian orang tua pada anaknya boleh diambil
lagi. Seperti halnya hadist berikut, Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari
kakeknya, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda “Janganlah seseorang mengambil kembali barang yang telah dihadiahkan
pada orang lain, kecuali pemberian orang tua pada anaknya (boleh diambil lagi)”
(HR. Ibnu Majah)
Jika
Anda diberi hadiah, balaslah pemberian itu, sebagaimana sabda Rasulullah, Dari
Aisyah ra berkata : “Rasulullah saw
menerima hadiah dan membalasnya” (HR. Bukhari)
Kisah
2 :
Dari
Urwah dari Aisyah ra, dia berkata pada Urwah “Wahai keponakanku, aku pernah
bersama nabi saw selama tiga kali bulan sabit dalam 2 bulan, tidak menyala api
di rumah kami (kami tak masak apa apa-pun)”. Lalu aku (Urwah) bertanya,“Wahai
bibi, jika demikian, apa yang kalian makan?” Aisyah menjawab “Air putih dan
kurma. Kecuali tetangga kami, sahabat Anshar suka memberi kami hadiah, kami
minum susu pemberian mereka” (HR. Bukhari)
Kisah
3 :
Anas
bin Malik (salah seorang sahabat Anshar) bercerita “Satu kali aku pergi musafir
bersama Jarir bin Abdillah Al Bajally ra. Selama perjalanan, Jarir sangat
berkhidmat padaku. Aku katakan padanya, janganlah berbuat begitu padaku.” Jarir
menjawab “Aku tahu bagaimana hebatnya sahabat Anshar berkhidmat pada Nabi saw
(di antaranya suka memberi hadiah pada Nabi saw). Oleh karena itu, aku berjanji
pada diriku sendiri, jika aku bersama orang-orang Anshar, maka aku akan
berkhidmat pada mereka semampuku” (Muttafaq Alaih)
Jangan
menyebut-nyebut kembali barang yang telah kau hadiahkan, sebagaimana disebutkan
dalam Al Quran, “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kau menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)” (QS. Al Baqarah 264)
Kisah
4 :
Dari
Abu Dzar ra dari Nabi saw bersabda “Tiga kelompok orang yang tidak akan diajak
bicara oleh Allah di hari kiamat, dan tidak akan dilihat oleh-Nya, juga tidak
akan di bersihkan dan bagi mereka adzab yang pedih.” Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengulang-ulang perkataan itu tiga kali. Abu Dzar berkata,
“Sungguh celaka dan rugi mereka itu! siapa gerangan mereka itu, wahai
Rasulullah?” Rasul bersabda: “(1) Al-Musbil (orang yang memanjangkan pakaiannya
sampai menutupi mata kaki). (2) Al Mannan (orang yang suka memberi sesuatu,
tapi sering mengungkit-ungkit pemberian-nya). (3) Dan orang yang melariskan
barang dagangannya dengan sumpah bohong.” (HR. Muslim)
Istri
boleh menghadiahkan harta miliknya meski tanpa izin suaminya, walaupun
sebaiknya dia izin pada suaminya (lihat kisah Ummul Mukminin maimunah binti Al
Harits yang menghibahkan budak miliknya tanpa sepengetahuan nabi saw).
Menolak
hadiah karena ada Illat/alasan.
Contoh
pejabat negara tidak boleh menerima hadiah dan harus menolaknya, karena dapat
menimbulkan kemudaratan. Lihat kisah seorang sahabat bernama ibnu Lutbiyah yang
diutus untuk mengumpulkan zakat lalu diberi hadiah dan ditegur oleh Nabi saw.
Diperbolehkan
memberi dan menerima hadiah dari orang non muslim/beda keyakinan.
Sudah
ma’ruf (diketahui bersama) bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
terkadang menerima hadiah dari orang kafir. Dan terkadang beliau menolak hadiah
dari sebagian para raja dan pemimin kaum kafirin. Sebagaimana Nabi SAW menerima
berbagai hadiah dari orang kafir, antara lain dari al-Muqauqis (Cyrus) penguasa
Romawi di Mesir.
Imam
Bukhari bahkan mengkhususkan satu bab dalam kitab Shahih-nya dengan nama bab qabul hadiyat al-musyrikin (bab
penerimaan hadiah dari orang musyrik). Di antara hadisnya adalah diriwayatkan
dari Anas RA bahwa seorang wanita Yahudi menghadiahkan kepada Rasulullah SAW
kambing yang telah diracuni.
Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah, ia berkata, Rasulullah SAW menerima hadiah dan membalasnya dengan memberikan hadiah kembali dan itu umum mencakup segala macam hadiah.
Dari
keterangan diatas, bahwa menerima hadiah dari orang yang berbeda keyakinan (non
muslim) adalah boleh, selama hadiah tersebut tidak membahayakan bagi diri dan
tidak mempengaruhi keyakinan kita sebagai seorang muslim. Sebaliknya kita juga
diperbolehkan untuk memberikan hadiah kepada orang non muslim, sebagai sarana
bersosialisasi.
Wallahua’lam.
No comments:
Post a Comment