Bisa kita bayangkan, bagaimana canggihnya seorang pencuri
kendaraan bermotor jika setiap hari yang dipelajari dan dikerjakan adalah
mencuri motor. Ada juga pencuri spesialis elektronik, dia paling ahli soal
bagaimana menggondol barang elektronik di rumah orang yang sedang lengah.
Ternyata, iblis juga memiliki bala tentara yang dibekali ketrampilan khusus dan
ditugasi pekerjaan yang khusus pula. Iblis menggoda manusia di setiap lini, dan
di setiap lini dia siapkan setan-setan ‘spesialis’ yang pakar dalam bidangnya.
Dalam hal wudhu misalnya, ada jenis setan khusus yang
beraksi di wilayah ini. Pekerjaannya fokus untuk menggoda orang-orang yang
wudhu sehingga menjadi kacau wudhunya. Setan spesialis wudhu ini disebut Nabi dengan
‘Al-Walahan’. Nabi bersabda:
Setan ini menggoda tidak hanya mengandalkan satu jurus saja
untuk memperdayai mangsanya. Untuk masing-masing karakter pelaku wudhu,
disiapkan satu jurus untuk melumpuhkannya.
Waspadai Setiap Jurusnya
Sebagian dipermainkan setan hingga sibuk mengulang-ulang
lafazh niat. Saking sibuknya mengulang, ada yang rela ketinggalan rekaat untuk
meng’eja’ niat. Niat memang harus dilazimi bagi setiap hamba yang hendak
melakukan suatu kativitas. Akan tetapi, tak ada secuil keteranganpun dari Nabi
yang shahih menunjukkan sunahnya melafazkan niat. Bahkan tidak ada dalil
sekalipun berupa hadits dha’if, mursal, atau yang terdapat di musnad maupun
perbuatan sahabat yang menunjukkan keharusan atau sunahnya melafazkan niat.
Dalil yang biasa dipakai adalah hadits Nabi "segala
sesuatu tergantung niatnya." Hadits ini tidak menunjukkan sedikitpun akan
perintah melafazkan niat. Jika hadits ini dimaknai sebagai niat yang
dilafazkan, berarti untuk setiap amal shalih baik menolong orang tenggelam,
belajar, bekerja dan aktivitas lain menuntut dilafazkan niat. Apakah orang yang
melafazkan niat ketika wudhu juga melafazkan niat ketika melakukan aktivitas
amal yang lain? Kalau saja itu baik, tentunya Nabi dan para sahabat
melakukannya.
Sebagian lagi digoda setan sehingga asal-asalan ketika
melakukan wudhu. Dia membiarkan anggota tubuh yang mestinya wajib dibasuh,
tidak terkena oleh air. Nabi mengingatkan akan hal ini dengan sabdanya:
"Celakalah tumit dari neraka." (HR Al-Bukhari dan
Muslim)
Untuk menangkal godaan ini, wajib bagi kita mengetahui,
manakah anggota tubuh yang wajib dibasuh atau diusap. Allah telah menjelaskan
dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا
بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan mata kaki ..." (QS.
al-Maidah : 6)
Syaikh Utsaimin menyebutkan bahwa ‘istinsyaq’ atau
memasukkan air ke hidung kemudian istinsyar (mengeluarkannya) hukumnya wajib
karena hidung termasuk bagian dari wajah yang dituntut untuk dibasuh.
Telinga juga wajib untuk diusap karena termasuk bagian dari
kepala sebagaimana hadits Nabi: al-udzun minar ra’si, telinga adalah bagian
dari kepala.
Boros Menggunakan Air
Asal-asalan berwudhu adalah jurus setan yang diarahkan bagi
orang yang malas. Sedangkan untuk orang yang antusias dan bersemangat,
‘al-walahan’ memiliki jurus yang lain. Yakni dia menggoda agar orang yang wudhu
terlampau boros menggunakan air. Timbullah asumsi bagi orang yang berwudhu,
semakin banyak air, maka semakin sempurna pula wudhunya. Padahal anggapan ini
bertentangan dengan sunnatul huda. Bahkan Nabi mengingatkan umatnya akan hal
itu. Beliau bersabda:
"Sesungguhnya akan ada di antara umat ini yang
melampaui batas dalam bersuci dan berdoa." (HR Abu Dawud, Ahmad, dan
An-Nasa’i, sanadnya kuat dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Ada pula hadits menyebutkan, tatkala Nabi melewati Sa’ad
yang tengah berwudhu beliau bersabda: "Janganlah boros dalam menggunakan
air." Sa’ad berkata: "Apakah ada istilah pemborosan dalam hal
air?" beliau menjawab: "Ya, meskipun engkau (berwudhu) di sungai yang
mengalir." (HR Ibnu Majah dan Ahmad). Ibnul Qayyim menyebutkan hadits ini
dalam Zaadul Ma’ad, begitu pula Ibnul Jauzi dalam kitabnya "Talbis
Iblis", hanya saja Syaikh Al-Albani menyatakan ini sebagai hadits dha’if,
begitu pula dengan Al-Bushiri dalam Al-Zawa’id.
Yang baik adalah kita tidak boros dalam menggunakan air,
termasuk ketika berwudhu. Namun bukan berarti boleh meninggalkan sebagian
anggota yang wajib untuk dibasuh.
Ragu-Ragu Ketika
Berwudhu
Jurus lain yang ditujukan bagi orang yang kelewat semangat
dalam hal wudhu adalah, setan menanamkan keraguan kepada orang yang berwudhu.
Ketika orang itu selesai wudhu, dibisikkan di hatinya keraguan akan keabsahan
wudhunya. Agar orang itu mengulangi wudhunya kembali dan hilanglah banyak
keutamaan seperti takbiratul uula maupun shalat jama’ah secara umum.
Telah datang kepada Ibnu Uqail seseorang yang terkena jurus
setan ini. Dia menceritakan bahwa dirinya telah berwudhu, kemudian dia ulangi
wudhunya karena ragu, bahkan dia menceburkan diri ke sungai, setelah keluar
darinya diapun masih ragu akan wudhunya. Dia bertanya: "Dalam keadaan
(masih ragu) seperti itu apakah saya boleh shalat?" Ibnu Uqail menjawab:
"Bahkan kamu tidak lagi wajib shalat."
Ya, tak ada orang yang melakukan seperti itu kecuali orang
yang hilang ingatan, sedangkan orang yang hilang ingatan tidak terkena
kewajiban. Wallahu a’lam.
(Majalah Ar risalah)
No comments:
Post a Comment